Friday, February 29, 2008

Putus Asa

“Hanya mereka yang berani gagal yang dapat meraih keberhasilan.”

(Robert F. Kennedy)

Pada suatu hari Iblis mengiklankan bahwa dia akan menjual semua perkakas kerja miliknya. Pada hari H semua perkakas dipajang di etalase, agar bisa dilihat lengkap dengan harga jualnya oleh calon pembeli. Seperti ketika kita mengunjungi sebuah toko barang bekas, semua barang terlihat sangat berguna sesuai dengan fungsinya masing-masing. Harganya pun tidak mahal.



Di antara barang-barang yang dijual adalah; dengki, iri hati, bohong, dendam, tidak menghargai orang lain, tidak memberi sedekah, dan sebagainya.

Di salah satu sudut etalase terlihat sebuah alat yang bentuknya amat sederhana. Tapi kelihatannya alat itu sudah aus. Namun, harganya amat tinggi, bahkan jauh lebih tinggi dibanding alat-alat yang kelihatan lebih baru dan belum aus.

Salah satu calon pembeli bertanya, “Ini alat apa namanya?”

Iblis menjawab, “Itu namanya putus asa.”

Si pembeli bertanya kembali, “Kenapa harganya mahal sekali? Padahal barangnya sudah aus.”

Iblis menjelaskan, “Ya, karena perkakas ini sangat mudah dipakai, dan berdaya guna tinggi. Saya bisa dengan mudah masuk ke dalam hati manusia dengan alat ini dibandingkan dengan menggunakan alat-alat yang lain. Begitu saya masuk ke dalam hati manusia lewat alat ini, saya bisa dengan mudah mengendalikan manusia itu untuk melakukan apa saja yang saya inginkan barang ini menjadi aus karena saya sering sekali menggunakannya kepada banyak orang. Karena kebanyakan orang tidak tahu kalau putus asa itu milik saya.”

Inspirasi :

Ketika menghadapi kegagalan dalam hidup, begitu mudahnya iblis meniupkan keinginan untuk berputus asa. “Sudahlah, kamu memang ga kan berhasil!”, “Kamu tidak berbakat.”, “Dia tidak mencintaimu, jadi untuk apa kamu hidup?”. Kata-kata seperti itu amat gampang merasuki hati manusia jika sedang gagal. Dan tentu saja, selanjutnya adalah bunuh diri, karena merasa hidup tidak berarti lagi. Padahal, jika mau menghitung, satu kegagalan dan penderitaan tidak sebanding dengan jumlah kebahagiaan yang kita dapatkan. Seperti kata seorang bijak, “Manusia amat mudah menngingat berapa banyak kegagalan yang dialaminya, tapi dia sering lupa pada kebahagiaan yang telah dia terima.”

Pernah dengar ayat ini gak? “Dan kamu menyangka kepada Allah dengan bermacam prasangka. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan hatinya dengan goncangan yang sangat.” (QS Al Ahzab: 10-11)

Ternyata situasi berat, situasi yang penuh kesulitan dan cobaan, adalah cara lain Allah dalam menguji besarnya keimanan kita. Banyak yang lolos dari ujian dengan sabar. Dan banyak juga yang malah jatuh tersungkur dalam prasangka buruk kepada Allah, dan akhirnya mati ketika jantungnya masih berdetak. Hidup namun tak punya harapan. Sesungguhnya dalam kesulitan dan cobaan ada pesan-pesan cinta dari-Nya, seperti seorang ayah yang memukul anaknya karena meninggalkan perintah shalat, seperti ibu yang memarahi anak gadisnya ketika pulang larut, seperti itu juga Allah memberikan cobaan dan ujian untuk menuntun kita pada jalur yang sepantasnya. Mengingatkan kita akan keberadaan-Nya. Bahwa sekejam apa pun dunia di hadapan kita, kita masih punya penolong, kita masih punya Tuhan, Allah SWT.

Cobalah lihat ke sekitar kamu, pasti ada orang-orang yang mengalami cobaan yang lebih berat. Perhatikanlah, sekeliling kita ada begitu banyak manusia lain yang menderita, lebih dari apa yang pernah kita rasakan. Lalu apakah masih pantas buat kita bersedih hati, padahal Allah memberikan cobaan yang belum seberapa? Di setiap kota, setiap kampung selalu ada yang tertimpa musibah dan cobaan, itulah keniscayaan kita sebagai manusia. Semua pasti akan diberi cobaan oleh-Nya.

Ga usah bingung dan mencari jalan untuk keluar dari musibah, soalnya memang tidak ada jalan keluar agar tidak mengalami musibah. Seperti juga kematian, tak ada manusia yang pernah bisa terhindar dari kematian. Oleh karena itu, yang bisa kita lakukan hanyalah mempersiapkan ilmu yang cukup untuk meredam gejolak jiwa andaikata musibah menimpa diri.

Ini cerita tentang seseorang yang bunuh diri, dia loncat dari lantai 20 apartemennya, gara-gara diputusin pacarnya. Abis loncat, nyampai lantai 18, dia ngeliat seorang laki-laki yang kesepian, ga punya temen. Dalam hati dia ngomong, “Gw bruntung juga ya, masih punya temen, sobat, ortu...” Nyampe lantai 16, dia ngeliat ada anak kecil yang sakit, dan cacat, ga punya kaki. Lagi-lagi, dia ngomong dalam hati, “Gila....gw bruntung banget, gw punya kaki dan sehat.” Nyampe lantai berikutnya, dia ngeliat seorang buta, tuli. Dalam hati dia ngomong lagi, “gw bruntung banget, masih bisa menikmati keindahan dunia ini....” Begitu seterusnya, sampai akhirnya dia udah nyampe lantai dua. Apa yang kepikiran sama dia? “Ternyata gw bruntung banget di dunia ini. Gw blum pengen mati..................gedubrak.” Dia jatuh dan mati, tepat setelah dia menyadari kalo hidup itu ternyata ga seperti yang dia bayangin selama ini. Yang awalnya dia pikir udah ga ada gunanya lagi, ternyata amat sangat berharga untuk dipertahankan.

Ingatlah setiap nikmat yang diberikan oleh Allah sama kamu. Karena dari ujung kaki hingga ujung rambut kita tak pernah lepas dari-Nya. Kesehatan badan, keamanan negara, sandang pangan, udara dan air, semuanya disediakan untuk kita. “Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS Ar Rahman: 13)

Mungkin kita pernah nyepelein atau bahkan ga mikirin kedua kaki yang sudah diberikan oleh Allah SWT. Padahal, banyak orang yang bahkan tidak sanggup berdiri sekali pun dengan kedua kakinya, banyak yang harus kehilangan kakinya untuk menyelamatkan jiwanya. Kita ga pernah aware sama mata, padahal banyak orang yang ga bisa menyaksikan indahnya pemandangan dunia. Kita sering ngeluh tentang idung yang kurang mancung, padahal banyak orang yang mengalami kesulitan dalam pernafasan. Seringkali kita tidak mensyukuri makanan yang dianugerahkan oleh Allah untuk hari ini, padahal banyak orang yang sebutir nasi pun mereka tak sanggup mengupayakannya.

Sebenarnya begitu banyak nikmat Allah yang ga terhitung di dalam diri kita, namun kita jarang sekali menyadarinya. Kita tetap merasa gelisah, sedih meskipun kita masih punya kaki untuk berjalan, tangan untuk memegang, mata yang masih jelas melihat. “Dan, pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan.” (QS Adz Dzariyat: 21). Seringkali kita terlalu asyik memikirkan apa yang belum diraih, dan melupakan apa yang sudah ada.

Astronom Yunani, Aristarchos, pada abad ke-3 SM menyatakan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari, tapi idenya ditolak.


No comments:

Post a Comment