Wednesday, November 21, 2007

November 3, 2007


November 3, 2007

Hai.....ketemu lagi ya kita. Tetap dengan masalah yang sama, 9.38 PAGI gw baru bangun nih. Emang ga enak banget ya tidur kelamaan. Tapi musti gimana lagi, abisnya semalam gw begadang nonton Juventus.

Juventus adalah salah satu club bola favorit gw selain Semen Padang. Yang bikin gw jatuh cinta, apa ya? Gw juga ga ngerti sih. Yang pasti, pertama kali gw denger namanya+liat pertandingannya, gw langsung jatuh cinta. Soalnya gw suka apa ya....seseorang atau sebuah komunitas yang dari luar tampak biasa saja, tapi ternyata mereka hebat. Itu lebih menarik daripada orang yang dari luar tampak keren dan menakjubkan, padahal di dalamnya..............

Waktu itu tahun 1999, Juve masih jaya-jayanya.

O ya....kembali ke masalah nulis blog

Karena ga punya inspirasi buat hari ini, gw nyumbang cerita lagi nih. Begini ceritanya....

SILATURRAHIM TIADA HENTI

Diceritakan bahwa ada dua orang pria dari kalangan sahabat Rasulullah SAW yang berteman baik. Mereka saling mengunjungi antara satu dengan lainnya. Mereka adalah Shaab bin Jastamah dan Auf bin Malik.

“Wahai saudaraku, siapa di antara kita yang meninggalkan dunia ini terlebih dahulu, hendaklah kita tetap saling mengunjungi.” kata Shaab kepada Auf suatu hari.

“Betulkah kau ingin begitu?” tanya Auf.

“Betul.” jawab Shaab.

Ternyata beberapa tahun kemudian ditakdirkan Allah, Shaab yang meninggal dunia terlebih dahulu. Pada suatu malam Auf bermimpi melihat Shaab datang mengunjunginya.

“Engkau wahai saudaraku?” tanya Auf.

“Benar.” jawab Shaab.

“Bagaimana keadaan dirimu?”

“Aku mendapatkan ampunan setelah mendapat musibah.”

Ketika Auf melihat ke arah leher Shaab, dia melihat ada tanda hitam di situ.

“Apa gerangan tanda hitam di lehermu itu?” tanya Auf.

“Ini adalah akibat sepuluh dinar yang aku pinjam dari seorang Yahudi, bolehkah aku meminta pertolonganmu untuk menyelesaikan hutang tersebut? Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa tidak satu pun kejadian yang terjadi di dalam keluargaku ketika aku hidup, semuanya diperlihatkan kembali setelah kematianku. Bahkan kucing yang mati pun harus dipertanggungjawabkan.”

Perbincangan di antara kedua lelaki yang bersahabat itu terhenti karena Auf terjaga dari tidurnya. Dia menyadari bahwa semua yang dimimpikannya itu merupakan pelajaran dan pesan baginya. Pada esok paginya dia segera pergi ke rumah keluarga Shaab.

“Selamat datang saudara Auf. Kami sangat gembira dengan kedatanganmu.” sambut istri Shaab.

“Beginilah semestinya kita bersaudara. Mengapa anda datang setelah Shaab tidak meninggal dunia?”

Auf menerangkan maksud kedatangannya, yaitu untuk memberitahukan semua mimpinya malam tadi. Istri Shaab mengerti akan semuanya dan percaya bahwa mimpi Auf itu benar. Dia pun segera mengumpulkan sepuluh dinar dari uang simpanan Shaab sendiri, lalu diberikan kepada Auf agar dibayarkan kepada si Yahudi. Auf segera berangkat ke rumah si Yahudi untuk menjelaskan hutang Shaab.

“Adakah Shaab mempunyai hutang sesuatu kepada anda?” tanya Auf.

“Rahmat Tuhan atas Shaab sahabat Rasulullah SAW. Benar, saya pernah memberinya pinjaman sebanyak sepuluh dinar.” jawab si Yahudi.

Setelah Auf menyerahkan uang sepuluh dinar, si Yahudi berkata, “Demi Tuhan dinar ini persis sekali dengan uang dinar saya yang dipinjamnya dulu.”

Dengan demikian, Auf telah melaksanakan amanah dan pesan saudara seagamanya yang telah meninggal dunia.

Moral:

- Ketika meninggal dunia bukanlah berarti tanggungjawab-tanggungjawab yang pernah ada di dunia berhenti begitu saja. Semua amanah yang pernah dipegang ketika hidup, apakah itu hutang atau sejenisnya akan tetap diminta pertanggungjawabannnya.

- Terpisahnya jarak antara dua orang tak semestinya menghentikan hubungan silaturrahim antara keduanya.

Moga bermanfaat ya ^_^

Sore................

Akhirnya ketemu juga bahan buat dicela eh ditulis. Mo sumbang saran nih, buat Trans7. gimana kalau acara jejak petualang yang episode wisata bahari, alias wisata mancing tiap weekend dimaksimalkan lagi. Dalam arti, acaranya jangan dijadiin video narsisme doang dong. Beda banget sama jaman Riyani Jangkaru dulu. Kok tiap saya nonton, kesannya tuh ngeliatin si Bapak tukang pancing doang. Ga ada sensasi atau feel apa-apa. Rasanya juga, setiap mancing yang ditangkap Cuma ikan mulu. Atau memang target Trans7 memang orang-orang yang hobi mancing? Alias orang-orang kalangan atas doang. Sayang juga, soalnya setahu saya, bisnis media sangat tergantung dari kuantitas penonton, bukan pada kualitasnya. Kecuali media terbatas, seperti TV airport dan lain-lain. Soalnya, kalo ingin memuaskan penonton dari kalangan atas, rasanya mereka juga bukan target para pengiklan. Bukankah pendapatan iklan di media massa Indonesia lebih banyak dari iklan barang-barang yang menjadi konsumsi kalangan menengah? Seperti obat nyamuk, layanan komunikasi telepon selular, dan sejenisnya? Sukses buat Trans7.

Buat TRANS CORP secara keseluruhan, reporternya mbok ya dicari yang beragam gitu lho. Setiap melakukan reportasi, irama ngomong plus gaya reportasi yang suka menjentikkan tangan dengan gemulai juga sudah sangat-sangat dapat diprediksi. Trus gaya reportasi yang “Saya boleh ikut nyobain?” itu apa emang udah sebuah harga mati ya? Gak tau sih buat orang-orang yang diwawancarai. Tapi, kalau buat saya sih kalau ada pewawancara yang reportasinya kayak gitu, mending ga usah masuk TV sekalian, gangguin orang lagi kerja aja! Tapi maklum juga sih soalnya setelah saya perhatikan TRANS emang bikin media dengan tujuan 130% hiburan.

Di samping itu, siaran-siaran yang menjual kesedihan orang kayaknya akan lebih bagus kalau dikurangi. Bisa diganti dengan jenis program baru. Misalnya TRANS memberikan bantuan wirausaha pada beberapa orang. Terlebih dahulu mereka diseleksi, baik dengan menugaskan mereka untuk mengirimkan proposal ke TRANS atau dengan sistem jemput bola. Mereka diminta menjelaskan wirausaha apa yang akan mereka lakukan dengan sejumlah uang yang akan diberikan oleh TRANS, kemudian dari sekian banyak proposal diseleksi. Kemudian direkam oleh TRANS bagaimana proses mereka membangun usaha tersebut sampai berdiri. Atau, dengan sistem polling dari pemirsa, dengan memperlihatkan gambaran kehidupan masing-masing peserta, pemirsa diminta mengirimkan sms untuk memilih peserta manakah yang akan diberi bantuan.

Oh ya, usul juga nih, gimana kalau acara kisah sukses orang-orang kecil, seperti pedagang bakso yang berubah menjadi pengusaha restoran bakso dibikin lagi. Kan banyak tuh. Sistemnya bukan dengan gaya narasi seperti biasanya, tapi sistem wawancara dan mengikuti kesibukan si pengusaha. Jadi acaranya adalah paduan antara Nongkrong Bareng punyanya MTV, dengan Kisah Sukses, yang kalau gak salah dulu di TV7. dalam bayangan saya keren aja kan, ohya, ga harga mati musti orang kecil yang merubah nasib, bisa juga taipan-taipan kelas atas seperti Liem Sieo Liong. Bedanya, kalau sekelas om Liem diminta juga kiat-kiat sukses dari beliau.

Maaf sebelumnya, saya tidak bermaksud menjelekkan TRANS Cuma, saya ingin ada perubahan ke arah yang lebih baik, secara saya adalah salah satu penonton setia TRANS TV dan TRANS7. sukses!

Politik.........

Sebaiknya anggota DPR tidak diberi gaji secara nominal. Alangkah baiknya apabila DPR dan anggota lembaga legislatif lainnya diberi imbalan dalam bentuk fasilitas dan jaminan lauk-pauk selama masa tugasnya. Dengan demikian, para aktivis politik dan partisan partai tidak akan lagi mengejar posisi di legislatif untuk memperkaya diri. Karena, yang akan mereka dapatkan di lembaga legislatif nantinya hanya fasilitas-fasilitas. Nantinya, sistem yang akan berjalan mirip dengan apa yang terjadi di program ASKESKIN. Para anggota DPR yang akan bepergian, dan membeli sesuatu bisa mengambil tiket atau barang tersebut saat itu juga. Nantinya si pedagang akan menuliskan nota pembelian yang akan dikumpulkan ke pemerintah dan akan dilunasi oleh pemerintah. Selain menghambat cita-cita jadi wakil rakyat, dengan sistem ini juga akan terlihat, apakah si anggota DPR lebih banyak melakukan kegiatan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat ataukah hanya demi kepentingan pribadi, misalkan beli tiket pesawat untuk berlibur bersama keluarga.

No comments:

Post a Comment