Wacana tentang dokter gigi sebagai dokter kelas dua sudah tidak asing lagi di telinga kita. Bahkan sering kali dalam berbagai kegiatan PSMKGI menjadi salah satu perbincangan yang menarik karena hampir sebagian besar sepakat jika dokter gigi ”kurang dihargai” oleh masyarakat saat ini. Sehingga kemudian para mahasiswa dengan idealisme yang amat sangat tinggi membuat suatu pembahasan dgn berusaha agar dokter gigi dapat dianggap sejajar dengan dokter. Dan pada akhirnya arah yang dituju sebagai pokok simpul permasalahan adalah skill dokter gigi yang kurang,pengetahuan yang kurang memadai dibanding dokter umum, dll, sehingga diusulkan perlu diadakan kegiatan-kegiatan yang meningkatkan skill dokter gigi. Tetapi aplikasi yang sering muncul kemudian adalah kembali lagi pada kegiatan-kegiatan tentang skill ”kedoktergigian”.
Berbicara masalah anggapan berarti akan menyangkut dengan persepsi. Dimana persepsi itu sendiri akan berjalan sesuai dengan arah pandang orang yang berpikir. Persepsi akan menjadi sama jika orang melihat dari sudut pandang yang sama sehingga akan melahirkan kesepakatan. Demikian juga dengan pernyataan diatas yang diangkat sebagai judul. Menganggap dokter gigi sebagai dokter kelas dua itu dilihat dari sudut pandang siapa? Kalau dari sudut pandang masyarakat jelas dokter gigi akan dianggap sebagai dokter kelas dua. Apalagi di Indonesia yang mengaggap dokter akan mampu untuk mengobati berbagai penyakit, sedangkan dokter gigi hanya bisa mengobati yang di mulut saja. Hal ini bahkan dapat dimungkinkan akan selamanya persepsi itu terus berkembang di masyarakat.
Lain halnya jika kita berfikir dari sudut pandang dokter gigi sendiri. Dokter gigi adalah dokter dengan ruang lingkup di daerah mulut. Kemampuan spesialistik inilah yang menjadi pegangan kuat.
Lalu bagaimana dengan insitusi pendidikan. Ada sebagian pihak menyatakan bahwa pendidikan FKG juga harus menyertakan kemampuan dalam bidang kedokteran dasar. Selama ini mata kuliah yang diberikan di semua FKG di Indonesia sebenarnya sudah memenuhi bidang kedokteran dasar tersebut seperti faal, biokimia, Parasitologi, anastesi, ilmu saraf dan masih banyak lagi, tetapi ilmu aplikatif tidaksemua diberikan. Sehingga saat dokter gigi ditempatkan disuatu daerah dan harus dihadapkan pada kecelakanaan dengan luka terbuka ditangan dan harus dilakukan penjahitan, kebingungan yang didapat. Atau saat terjadi shock pada pasien, kembali dokter gigi harus meminta bantuan dokter umum. Berarti dengan itu, apakah institusi pendidikan dokter gigi mempunyai kewajiban untuk mengajarkan ilmu-kedokteran umum? Atau dokter gigi menjadi spesilaistik dari dokter umum, sehingga mahasiswanya menmpuh pendidikan FK terlebih dahulu? Tentu bukan itu akar permasalahan dan jawabannya.
Dokter gigi mempunyai ilmu yang cukup banyak tentang geligi dan rongga mulut bahkan hubungannya dengan organ diluar mulut. Memaksimalkan skill dan pengetahuan bidang kedokteran gigi akan menjadikan dokter gigi sebagai dokter sesungguhanya. Sedangkan untuk masalah diluar konteks kedokterang gigi, adalah hak dari tiap-tiap dokter gigi. Yang berarti, ingin seperti apa mereka dianggap oleh masyarakat, itulah yang akan dilakukannya. Artinya Dokter gigi sebagai salah satu kalangan medis jelas mempunyai jalur untuk mempelajari bidang kedokteran yang lain, mengikuti seminar, kursus , workshop atau kegiatan kedokteran umum yang lain yang akan menambah skill umumnya. Itu adalah sebuah pilihan, selama dokter gigi tetap termangu pada kedokteran gigiannya, berarti dia memang tidak ingin dianggap sebagai dokter kelas satu OLEH MASYARAKAT. Karena kita dapat berpikir, berapa kali sih, dokter gigi akan berhadapan dengan trauma terbuka, dengan ibu melahirkan, dengan shock yang tidak ada dokter umumnya. Karena bagaimanapun juga , tetap masalah utama yang bakal sering dihadapai adalah tentang pergigian.
Jadi tidak ada yang salah, apakah seorang dokter gig yang mempalajari wilayah gigi dan mulut saja, ataukah juga berminat untuk mempelajari yang lain. Bukan juga tanggung jawab dan kewajiban dari institusi pendidikan untuk memberikan pendidikan kedokteran umum. Kalaupun ada itu merupakan nilai plus dari institusi pendidikan tersebut. Tetapi kalo memang sesorang sudah memilih untuk menjadi dokter gigi berarti memang ilmu pergigianlah yang harus dikuasai. Menjadi dokter gigi yang sesuangguhnya, tanggap dan mampu mendiagnosa dengan baik serta memberikan perawatan yang terbaik kepad pasien-pasiennya.
Jadi dari uraian diatas dapat ditarik benang merah bahwa dokter gigi bukalah dokter kelas dua, dokter gigi mempunyai kemampuan spesialistik dibidang pergigian. Dan bila seorang dokter gigi ingin menepis anggapan masyarakat sebagai dokter kelas dua, berarti doktergigi itulah yang harus memperkaya kemampuannya dengan mengikuti berbagai kegiatan yang akan mengasah medical skill dari dokter gigi tersebut dan itu adalah SEBUAH PILIHAN.
Fredy Mardiyantoro, S.KG
BP PSMKGI
-
No comments:
Post a Comment