Saturday, March 1, 2008

Selamat Jalan Om Gito......

Bangun Sugito (Biak, Papua, 1 November 1947 - Jakarta, 28 Februari 2008) atau lebih dikenal dengan nama Gito Rollies adalah salah satu penyanyi dan aktor senior Indonesia. Selain itu ia juga adalah mantan suami dari penyanyi Indonesia, Uci Bing Slamet.



Nama Rollies diambil dari grup band asal Bandung yang pernah terkenal pada masa 1960-an sampai dengan 1980-an yang terdiri dari Uce F. Tekol, Jimmy Manoppo, Benny Likumahuwa, dan Teungku Zulian Iskandar.

Gito juga pernah berkiprah dalam dunia film, termasuk dalam film Kereta Terakhir dan Janji Joni.

Belakangan, nama Gito perlahan seperti lenyap. Ia memang jarang lagi naik pentas, seolah mengambil jarak dari hingar-bingar dunia musik serta hiburan. Publik musik Indonesia pun kehilangan seorang Gito yang dulu tampil begitu atraktif dan energik. Sebagai gantinya, masyarakat pun menemukan Gito yang menjadi seorang dai.

Sejak 2005, penyanyi bersuara serak dengan gaya panggung yang atraktif ini terbaring lemah tak berdaya terserang kanker kelenjar getah bening. Seminggu tiga kali ia harus menjalani kemoterapi di sebuah rumah sakit di Singapura, setelah sebelumnya menjalani operasi. Gito akhirnya wafat pada tanggal 28 februari 2008 setelah menjalani pengobatan.

Ketika bergabung dengan grup band The Rollies pada 1967, namanya melambung. Sebagai vokalis dengan aksi panggung memukau, Bangun Sugito tidak perlu menunggu lama untuk menjadi sosok terkenal. Di puncak popularitas, nama grup bandnya menjadi nama belakangnya. Gito Rollies. Namun, di balik gemerlap itu, pria yang hanya dua tahun mengenyam ilmu seni rupa di Institut Teknologi Bandung (ITB) ini menyimpan sisi kelamnya. Minuman keras telah ditenggaknya sejak duduk di bangku SMA. Dunia narkotika pun digeluti tidak kurang dari 25 tahun.

Ketika usianya menginjak 50 tahun, pria kelahiran 1 November 1946 ini memilih berubah. Figur Mick Jagger, idolanya, berganti dengan nama Nabi Muhammad SAW. Hidayah itu akhirnya benar-benar datang.

''Allah kasih hidayah kepada saya sehingga saya mengerti bahwa kehidupan ini bukan hanya di dunia. Di akhirat juga. Justru itu yang selama-lamanya. Jadi, kesuksesan yang saya harus capai bukan hanya di dunia, tapi justru di akhirat saya harus sukses.''

Gito mengakui semula diajak teman-temannya menemukan kesadaran itu. ''Mari kita kerja sama Allah. Dia pasti bayar kita, tidak akan menipu. Gajinya, keselamatan dunia akhirat kalau kita bekerja sama Allah.''

Gito juga menyadari, ''Yang menggerakkan hati (saya), tentu Allah,'' ucapnya. Dia pun mulai berdakwah. ''Alhamdulillah, saya mendalami agama. Ternyata ada tugas saya, tugas yang Rasul kerjakan, mengajak orang kembali kepada Allah,'' kata penerima penghargaan Kalpataru pada 1979 berkat lagunya Kemarau.

Dia berdakwah tanpa menunggu undangan. ''Bagaimana agar orang kembali kepada Allah. Itu saja. Dan saya berdakwah hanya kepada orang Muslim, karena masih banyak orang Muslim yang tidak shalat.''

Rasa ngilu di punggung agaknya membawa perubahan dalam hidup Gito Rollies. Dia pun harus menerima kenyataan mendapatkan vonis mengejutkan dari dokter di Singapura.

Sekitar lima tahun silam, Gito kadang merasakan ngilu di punggungnya. Untuk menghilangkan rasa pegal itu, mula-mula ia minum jamu. Rasa pegal itu tidak juga mau enyah. Suntikan dari dokter pun tidak banyak membantu.

Dia mulai curiga, ini penyakit berat. Saat itu, 2005, usianya mencapai angka 59. Kondisi tubuhnya prima. ''Jadi, saya percaya diri banget. Tapi, begitu ada yang mencurigakan, itu pukulan banget,'' ucap ayah empat anak buah pernikahannya dengan Michelle, wanita berdarah Belanda ini.
Menyadari pentingnya kesehatan, Gito langsung mencari informasi mengenai penyakitnya. Ada yang menyebut dia mengidap tumor. Merasa ketakutan, seorang dokter sahabatnya menyarankan memeriksakan ke Singapura, sekaligus menengok anak keduanya yang bersekolah di negeri singa itu. Meski belum ada kepastian, dia kembali ke Indonesia. Namun tidak lama, ''Saya sempat kesemutan, sampai lumpuh total.''
Dua hari berselang, dia terbang ke Singapura. Apa boleh buat, dia harus dioperasi. ''Setelah operasi, ketahuan kanker limfoma.''

Kembali dari Singapura, wartawan dari berbagai media menemuinya. Kabar itu pun menyebar. Uluran tangan berdatangan, menawarkan jasa dengan beragam terapi dan obat.

''Saya coba semuanya. Apalagi mereka mau menolong dengan ikhlas. Sampai ada jamu satu meja.'' Bahkan ada yang menelepon, ''Bang Gito, saya sudah musyawarah dengan Allah tentang penyakit Bang Gito. Boleh saya datang?'' Tanpa berniat mengecewakan, Gito menjawab, ''Nanti saya telepon (balik).'' Semua bantuan itu dirasakannya sebagai obat. Dia pun mengaku urung menjual rumah berkat uluran banyak orang untuk biaya pengobatan. Kini, Gito dalam proses penyembuhan. Kendati tidak berhenti berdakwah, Gito harus menerima kenyataan lain. ''Saya belum bisa nyanyi, karena saya tidak bisa nembak tone dengan benar.'' Dia pun sekarang lebih getol memopulerkan penyakit limfoma. ''Yang penting jangan terkena. Itu yang saya promosikan, bagaimana pola hidup sehat. Kalau saya, saya menuduh pola hidup saya yang dulu. Saya dulu kan nge-drug, hidup ogah-ogahan. Tidak benarlah hidup saya.''

Pelantun lagu Astuti ini memang sudah berubah. Penampilan yang dulu garang di atas panggung dengan rambut gondrong, berkaos, dan siku tangan yang berhias kain terikat sudah berganti. Gito yang sekarang adalah Gito yang senantiasa bertopi haji dan bergamis.

Meski dakwah kini menjadi 'nama tengahnya', dunia seni tidak akan pernah ditinggalkan. Bahkan, dia berencana membuat album rohani. ''Itu profesi saya, hati saya sudah ke situ.'' Maka, ketika penghargaan sebagai Pemeran Pembantu Terbaik dalam Festival Film Indonesia (FFI) 2005 lewat film Janji Joni berhasil disabetnya, tidak banyak lagi kata yang terucap. ''Itu menjadi kebahagiaan buat saya. Ternyata, banyak orang sayang kepada saya. Itu obat banget.''

source: wikipedia, republika

No comments:

Post a Comment